
Tiba-tiba, kegelapan gua diterangi oleh kehadiran makhluk yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sosok agung itu berdiri dengan wibawa yang tak terbayangkan. Jibril, malaikat pembawa wahyu, menatap Muhammad dengan penuh ketegasan. Lalu, ia mengucapkan satu kata yang akan menggema dalam sejarah:
"Iqra’" (Bacalah!)
Muhammad, yang saat itu seorang ummi (tidak bisa membaca atau menulis), terkejut dan menjawab dengan ketakutan, "Aku tidak bisa membaca." Namun, Jibril mengulangi perintahnya dengan menggenggam dan merengkuh tubuh Muhammad dengan erat. Peristiwa ini terjadi sebanyak tiga kali, hingga akhirnya Jibril menyampaikan wahyu pertama yang menandai permulaan turunnya Al-Qur’an:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
Setelah menerima ayat-ayat ini, tubuh Muhammad gemetar hebat. Ia merasa takjub, takut, sekaligus tersentuh oleh pengalaman luar biasa ini.
Dengan hati yang berdebar dan tubuh yang masih gemetar, Muhammad segera berlari menuruni bukit, melewati jalanan berbatu yang curam. Nafasnya tersengal saat ia mencapai rumahnya. Setibanya di sana, ia langsung meminta istrinya, Khadijah binti Khuwailid, untuk menyelimutinya.
Khadijah, dengan kelembutan dan ketenangan seorang istri yang setia, menenangkan Muhammad. Ia mendengarkan kisah suaminya dengan penuh perhatian. Melihat kondisi Muhammad, Khadijah membawanya menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani yang memiliki pengetahuan tentang kitab-kitab suci terdahulu.
Setelah mendengar pengalaman Muhammad, Waraqah berkata:
"Itu adalah Namus (Jibril) yang pernah datang kepada Musa. Seandainya aku masih hidup saat kaummu mengusirmu nanti, aku akan membelamu dengan segenap kemampuanku."
Muhammad terkejut. Diusir oleh kaumnya? Ia, yang selama ini dikenal dengan gelar "Al-Amin" (Yang Terpercaya), tidak pernah berpikir bahwa suatu hari ia akan ditolak oleh orang-orang yang mengenalnya dengan baik.
Peristiwa di Gua Hira bukan sekadar pengalaman spiritual, tetapi titik balik bagi umat manusia. Dari peristiwa ini, terdapat banyak hikmah yang bisa kita petik:
Malam itu, di Gua Hira, sejarah berubah selamanya. Seorang saudagar Mekah yang sebelumnya hidup sederhana kini menjadi utusan Allah yang terakhir. Wahyu pertama yang turun bukan hanya membimbing Nabi Muhammad, tetapi juga menjadi cahaya bagi seluruh umat manusia hingga hari ini.
Peristiwa ini mengajarkan kita untuk selalu mencari ilmu, bertawakal kepada Allah, dan siap menghadapi perubahan besar dalam hidup dengan keyakinan dan keteguhan hati.
Temukan artikel menarik lainnya yang mungkin Anda sukai berdasarkan topik dan kategori yang serupa.