Bayangkan: langit mulai gelap, debu mengaburkan pandangan, dan suara derap kaki pasukan berkuda semakin mendekat. Di depanmu—hamparan laut merah yang luas. Di belakangmu—tentara Firaun yang murka. Di tengah ketegangan antara hidup dan mati, seorang lelaki tegak berdiri memegang tongkat. Ia tidak panik. Ia tidak lari. Ia justru diperintahkan oleh Tuhannya: “Pukullah laut dengan tongkatmu.”
Sekejap kemudian, sesuatu yang mustahil terjadi: laut terbelah.
Itulah kisah mukjizat Nabi Musa ‘alaihis salam—bukan sekadar legenda, tapi momen yang tercatat dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab samawi lainnya sebagai titik balik besar dalam sejarah umat manusia.
Dari Istana Firaun ke Jalan Kenabian
Sebelum menjadi nabi yang membelah laut, Musa hanyalah bayi mungil yang dihanyutkan ibunya ke sungai Nil. Sebuah keputusan nekat untuk menyelamatkannya dari pembantaian bayi laki-laki Bani Israil yang diperintahkan Firaun.

Ironisnya, bayi itu ditemukan oleh istri Firaun sendiri dan dibesarkan di dalam istana musuhnya. Musa tumbuh sebagai pangeran—dididik dengan pengetahuan Mesir Kuno, namun darah Bani Israil tetap mengalir di tubuhnya. Hingga suatu hari, ia membunuh seorang prajurit Mesir yang menganiaya budaknya. Ia melarikan diri ke Madyan. Di sanalah, di tengah pengasingan, wahyu pertamanya turun—dari nyala api pohon yang tak terbakar.
Konfrontasi Epik: Musa vs Firaun
Musa kembali ke Mesir. Tapi bukan untuk memberontak dengan senjata. Ia membawa satu misi suci: membebaskan Bani Israil dari perbudakan.
Dialog antara Musa dan Firaun yang direkam Al-Qur’an begitu tajam. Firaun menantang, meremehkan, bahkan menuduh Musa sebagai penyihir. Maka, Allah membekalinya dengan dua mukjizat: tongkat yang bisa berubah menjadi ular besar, dan tangan yang bersinar putih cemerlang tanpa cacat.
Di sinilah banyak mitos lahir—seperti ular Musa menelan seluruh sihir istana hingga membuat bumi bergetar. Mitos ini berkembang dalam teks-teks populer, tapi Al-Qur’an tetap menjelaskan secara jelas bahwa mukjizat itu datang dari Allah, bukan hasil trik atau sihir.
Malam Pelarian: Titik Genting Sejarah
Setelah sembilan tanda-tanda azab menimpa Mesir—dari air sungai yang berubah darah hingga serbuan belalang—Firaun tetap bersikukuh. Maka Allah memerintahkan Musa membawa kaumnya pergi.
Malam itu, ribuan Bani Israil diam-diam bergerak keluar dari Mesir. Bayangkan logistiknya: membawa orang tua, anak-anak, ternak, semua secara diam-diam menuju arah Laut Merah. Firaun, yang sadar akan pelarian ini, marah besar dan mengerahkan pasukan elitnya.
Ketika Musa dan kaumnya sampai di tepi laut, jalan seolah tertutup. Di depan: laut. Di belakang: Firaun dan pasukannya. Kaum Bani Israil panik. Tapi Musa berkata:
“Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku beserta aku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
Laut Terbelah: Mukjizat yang Mengguncang Sejarah
“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: 'Pukullah laut itu dengan tongkatmu.' Maka terbelahlah laut itu, dan tiap-tiap belahan seperti gunung yang besar.”
Dalam sekejap, laut yang luas terbelah menjadi dua. Dinding-dinding air menjulang tinggi, membentuk jalan kering di tengahnya. Kaum Bani Israil menyeberang dengan selamat.

Dan ketika Firaun dan pasukannya mencoba menyusul—laut menutup kembali, menenggelamkan mereka. Firaun yang angkuh akhirnya berseru bahwa ia beriman, tapi terlambat.
“Apakah sekarang kamu baru beriman, padahal sebelumnya kamu durhaka?”
Sejak itu, Firaun menjadi simbol kesombongan manusia terhadap Tuhan.
Fakta atau Fiksi? Sains dan Mitos Bertemu
Banyak peneliti mencoba menjelaskan mukjizat ini secara ilmiah. Ada yang menyebutkan fenomena pasang surut ekstrem, ada yang menduga letusan gunung atau gempa memicu air laut terbelah. Ada pula teori angin kuat yang mendorong air menjauh sementara.
Namun semua itu hanyalah spekulasi. Yang pasti, Al-Qur’an menyebutnya sebagai mukjizat, bukan peristiwa alam biasa. Dan bagi orang beriman, mukjizat tidak butuh penjelasan teknis. Ia adalah intervensi langsung dari Tuhan.
Beberapa mitos bahkan menyebut bahwa tongkat Nabi Musa terbuat dari kayu surga yang bersinar dan bisa berbicara. Mitos itu indah, tapi tidak ada dasar sahih. Yang benar, mukjizat terjadi bukan karena keajaiban benda, tapi karena kehendak Allah.
Penutup: Ketika Air Menjadi Jalan, dan Keimanan Menjadi Kekuatan
Kisah pembelahan laut bukan sekadar momen dramatis. Ia adalah pelajaran tentang keimanan dalam tekanan, kepemimpinan di tengah krisis, dan janji Allah kepada hamba-Nya yang teguh.
Di saat semua jalan tertutup, Musa tidak menyerah. Ia berdiri tegak di ujung laut, percaya penuh bahwa Tuhannya tidak akan meninggalkannya.
Dan laut pun terbelah.