Ketika Nabi SAW Menghadapi Permintaan yang Mengejutkan
Kisah Nabi Muhammad

Ketika Nabi SAW Menghadapi Permintaan yang Mengejutkan

Bayangkan Anda sedang berada di Masjid Nabawi di Madinah pada zaman Rasulullah SAW. Suasana penuh ketenangan, para sahabat duduk mengelilingi Nabi Muhammad SAW sambil mendengarkan nasihatnya. Tiba-tiba, seorang pemuda berdiri dengan wajah penuh ketegangan. Ia melangkah maju, suaranya bergetar saat berkata,

"Ya Rasulullah, izinkan aku berzina."

Sejenak, suasana menjadi hening. Beberapa sahabat tampak terkejut, bahkan ada yang mulai menunjukkan tanda-tanda kemarahan di wajah mereka. Namun, perhatikanlah Nabi SAW. Beliau tidak berteriak, tidak memarahi, juga tidak mengusir pemuda itu. Wajahnya tetap tenang, penuh keteduhan. Dengan lembut, beliau meminta pemuda itu mendekat dan duduk di sisinya.

"Apakah engkau senang jika ibumu dizinai?" tanya Nabi SAW dengan suara yang penuh kelembutan namun tegas.

Pemuda itu segera menjawab, "Tidak, demi Allah, ya Rasulullah."

"Kalau begitu," lanjut Nabi SAW, "orang lain juga tidak senang jika ibunya dizinai."

Kemudian beliau bertanya lagi, "Apakah engkau senang jika anak perempuanmu, saudara perempuanmu, atau bibimu dizinai?"

Setiap kali, jawaban pemuda itu sama, "Tidak, ya Rasulullah."

Dengan penuh kesabaran, Nabi SAW menjelaskan bahwa apa yang tidak kita inginkan untuk keluarga kita, orang lain pun merasakan hal yang sama. Kata demi kata, hati pemuda itu mulai tersentuh. Ia menyadari kesalahannya, dan dengan mata berkaca-kaca, ia memohon, "Ya Rasulullah, doakan aku agar Allah membersihkan hatiku dari keinginan ini." Nabi SAW pun mengangkat tangan, memohonkan kebaikan untuk pemuda tersebut, dan sejak saat itu, ia berubah menjadi lebih baik.

Hubungan dengan Hadits

Cerita di atas diambil dari sebuah hadits yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim, Kitab Hudud, Bab Hukuman Zina, Hadits Nomor 1690. Dalam hadits ini, diceritakan bahwa seorang pemuda datang kepada Nabi SAW dan meminta izin untuk berzina. Alih-alih memarahi atau menghukumnya secara langsung, Nabi SAW justru merespons dengan penuh kebijaksanaan. Beliau mengajak pemuda itu berpikir tentang perasaan keluarganya, sehingga ia menyadari sendiri kekeliruannya. Ini menunjukkan bagaimana Nabi SAW mengendalikan amarahnya, bahkan dalam situasi yang sangat provokatif, dan memilih untuk mendidik dengan cara yang penuh hikmah.

Hadits ini juga selaras dengan sabda Nabi SAW dalam Sahih Bukhari, Kitab Adab, Hadits Nomor 6116, yang berbunyi:

"Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya saat marah."

Dalam kisah di atas, Nabi SAW menunjukkan kekuatan sejati dengan tetap tenang dan sabar, meskipun permintaan pemuda itu bisa saja memicu kemarahan bagi orang biasa.

Hikmah yang Bisa Dipetik

Dari cerita dan hadits ini, ada beberapa pelajaran berharga yang bisa kita ambil:

  • Kesabaran Mengalahkan Amarah: Nabi SAW tidak membiarkan emosi menguasai dirinya, melainkan memilih untuk merespons dengan tenang dan bijaksana.
  • Dialog yang Bijak Mengubah Hati: Dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana, Nabi SAW mengajak pemuda itu berpikir dan menyadari kesalahannya tanpa perlu hardikan.
  • Empati adalah Solusi: Dengan mengingatkan pemuda itu tentang keluarganya, Nabi SAW mengajarkan pentingnya memahami perasaan orang lain.
  • Kisah ini menjadi pengingat bahwa mengendalikan amarah bukan hanya tentang menahan diri, tetapi tentang bagaimana kita merespons situasi sulit dengan cara yang membawa kebaikan bagi diri kita dan orang lain.

    Referensi

  • Sahih Muslim, Kitab Hudud, Bab Hukuman Zina, Hadits Nomor 1690.
  • Sahih Bukhari, Kitab Adab, Bab Mengendalikan Amarah, Hadits Nomor 6116.