Di Balik Jubah Kenabian, Ada Suami Paling Lembut di Rumahnya
Jika kamu membayangkan seorang pemimpin agama, kepala negara, sekaligus panglima perang, kamu mungkin membayangkan sosok yang sibuk, penuh wibawa, dan jauh dari urusan domestik. Tapi gambaran itu runtuh ketika kamu mengenal Nabi Muhammad SAW di dalam rumahnya.
Bukan dengan suara tinggi. Bukan dengan perintah galak. Tapi dengan sentuhan lembut, senyum, dan pelayanan penuh kasih.

1. Di Rumah, Beliau Mencuci Sendiri Bajunya
Salah satu hal yang paling membuat orang tertegun ketika mendengar kisah Nabi adalah: beliau menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sendalnya, dan menyapu rumahnya. Tak ada pembantu? Ada. Tapi Nabi memilih untuk tidak memperbudak cinta. Ia menunjukkan bahwa cinta itu ditunjukkan dengan kehadiran—dan kerja nyata.
Aisyah RA, istri yang paling sering meriwayatkan kebiasaan rumah tangga Nabi, pernah ditanya: "Apa yang dilakukan Nabi di rumah?" Ia menjawab:
“Beliau membantu pekerjaan keluarganya. Dan jika waktu shalat tiba, beliau keluar untuk shalat.”
Bayangkan, pemimpin besar umat Islam, ketika di rumah, menjadi teman seiring dalam pekerjaan, bukan penguasa yang hanya memberi perintah.
2. Romantis Tanpa Gombal
Nabi Muhammad tidak pernah berkata, “Aku mencintaimu” kepada istri-istrinya seperti drama romantis. Tapi sikap dan tutur kata beliau mencerminkan cinta yang dalam. Contoh paling manis? Ketika ditanya siapa yang paling beliau cintai, Nabi menjawab tanpa ragu:
“Aisyah.”
Para sahabat kaget. “Maksud kami dari kalangan laki-laki,” kata mereka. Nabi menjawab:
“Ayahnya.”
Seketika semua tahu: cinta Nabi kepada Aisyah begitu jelas, bahkan menyebut “ayahnya” berarti merujuk pada Aisyah dengan cara yang elegan.
Beliau juga tak malu berlomba lari dengan Aisyah. Suatu ketika Aisyah menang. Di lain waktu, saat tubuhnya sudah lebih berat, Nabi menang dan tertawa sambil berkata, “Ini untuk yang kemarin.” Bukan sekadar lari. Itu adalah cara Nabi menyuburkan tawa dan ikatan hati.
3. Ketika Cemburu Tak Dilarang, Tapi Diarahkan
Aisyah dikenal sebagai istri yang cemburuan. Pernah suatu hari, Nabi kedatangan madu yang diberi oleh istri lain. Aisyah tak suka, lalu mengatur rencana bersama Hafshah agar saat Nabi selesai makan madu, mereka berkata: “Ya Rasulullah, baumu tidak enak…”
Nabi pun berhenti makan madu itu.
Ketika wahyu datang, Allah SWT menegur perbuatan ini dalam Surat At-Tahrim. Tapi yang menarik: Nabi tidak marah besar pada Aisyah atau Hafshah. Bahkan setelah ditegur wahyu, beliau tetap memperlakukan mereka dengan baik.
Dalam rumah Nabi, emosi tidak ditekan, tapi diarahkan. Cemburu bukan dimatikan, tapi dijadikan bagian dari dinamika yang sehat.
4. Saat Berkonflik, Beliau Tak Pernah Mengangkat Tangan
Ada masa-masa di mana rumah tangga Rasulullah juga dilanda masalah. Istri-istrinya pernah meminta nafkah lebih, dan itu membuat Nabi menjauh dari mereka selama sebulan. Tapi bahkan di saat puncak konflik, beliau tidak pernah sekalipun berkata kasar, apalagi menyakiti fisik.
Pernah Aisyah marah dan membanting piring di depan Nabi. Piring itu pecah. Nabi tidak mengomel. Ia hanya tersenyum dan berkata:
“Ibu kalian sedang marah.”
Kemudian beliau mengganti piring itu dengan piringnya sendiri. Tak ada makian, hanya pengertian. Nabi memahami bahwa rumah tangga tidak selalu sunyi dari badai, tapi badai bisa reda dengan sabar dan kasih.
5. Satu Istri, Dua Istri, Hingga Sebelas: Tetap Adil
Benar bahwa Nabi memiliki lebih dari satu istri. Tapi jangan buru-buru menilainya dengan kacamata hari ini. Pernikahan Nabi, hampir semuanya, adalah strategi sosial dan kemanusiaan. Menikahi janda sahabat syahid, merangkul suku-suku yang berpotensi konflik, dan menolong para wanita yang tak punya perlindungan.
Tapi yang luar biasa: beliau sangat adil. Beliau membagi waktu dengan ketat, dan bahkan berkata:
“Ya Allah, inilah pembagianku dalam apa yang aku kuasai. Maka janganlah Engkau cela aku dalam apa yang tidak aku kuasai (yaitu hati).”
Cinta, bagi Nabi, bukanlah alasan untuk menzalimi.
6. Mitos Tentang Nabi dan Romantisme
Beberapa cerita berkembang dalam masyarakat yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad memiliki “selimut bercahaya” yang turun dari langit setiap malam sebagai simbol cinta dari Allah dan untuk membungkus beliau dan Aisyah. Indah, tapi ini hanyalah mitos. Tak ada sumber sahih yang menyebutkan hal itu. Yang benar: Nabi memperlakukan istri-istrinya dengan cinta yang nyata, bukan cahaya dongeng.
Rumah Tangga Nabi, Cermin Kesempurnaan Cinta
Rumah Nabi Muhammad SAW bukan istana. Tidak berisi permadani mahal. Tidak ada dapur yang mengepul setiap hari. Tapi dari rumah sederhana itulah, lahir cinta yang paling luhur.
Cinta yang disiram dengan tawa, dibingkai dengan kesabaran, dan dikukuhkan oleh akhlak yang agung. Rumah tangga Nabi adalah pelajaran bahwa bahagia bukan soal banyaknya harta, tapi dalamnya kasih dan indahnya akhlak.
Kalau ingin menjadi suami terbaik, lihatlah ke dalam rumah Nabi. Di sanalah cermin dari keindahan cinta dan kebesaran jiwa.